Apakah makan membatalkan wudhu? Pertanyaan ini banyak muncul di masyaakat kita dan memunculkan jawaban yang beragam. Ada sebagian yang berpendapat tidak membatalkan wudhu dan ada sebagian yang lain yang berpendapat tidak membatalkan wudhu. Mana sesungguhnya yang lebih mendekati kebenaran? Apakah tidak membatalkan wudhu hanya pada sebagian makanan saja atau keseluruhan makanan?
Pertanyaan ini perlu dijawab secara tuntas agar tidak terjadi lagi keraguan akan batalnya wudhu karena makan. Untuk menjawabnya ada beberapa rujukan yang dapat dipahami sebagai berikut.
1. Hukum Makan Daging Onta
Ada hadits yang menegaskan bahwa orang yang makan daging onta disyariatkan untuk berwudhu. Diantaranya yaitu hadits dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Apakah saya harus berwudhu karena makan daging kambing?”
Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Kalau kamu mau boleh wudhu, boleh juga tidak wudhu.
Kemudian dia bertanya lagi,
“Apakah saya harus berwudhu karena makan daging onta?”
Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ya, berwudhulah karena makan daging onta.”
(HR. Ahmad 21358, Muslim 828, dan yang lainnya).
Dari hadits ini ulama berbeda pendapat tentang batalnya wudhu karena makan daging onta. An-Nawawi menyebutkan,
Ulama berbeda pendapat tentang status makan daging onta, apakah membatalkan wudhu ataukah tidak. Mayoritas ulama berpendapat, makan daging onta tidak membatalkan wudhu. Diantara yang berpendapat demikian adalah empat khulafa’ Rasyidin… sementara ulama yang berpendapat makan daging onta membatalkan wudhu, diantaranya Imam Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, Yahya bin Yahya, Ibnul Mundzir, Ibnu Khuzaimah, dan al-Hafidz al-Baihaqi as-Syafii. (Syarh Shahih Muslim, 4/48).
Dari kedua pendapat diatas, untuk lebih berhati-hati tidak ada salahnya jika kita mengambil pendapat yang kedua yaitu makan daging onta bisa membatalkan wudhu. Hal ini lebih mendekati kebenaran dan sikap kehati-hatian. Hal ini juga senada dengan yang disampaiakan dari hadits Jabir bin Samurah di atas.
2. Hukum makan makanan yang dimasak
Ada beberapa hadits yang memberikan kesimpulan berbeda berkaitan dengan batalnya wudhu makan makanan yang dimasak.
- Hadits yang mewajibkan wudhu karena makan makanan yang dimasak
Hadis dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Harus wudhu karena makan makanan yang tersentuh api.” (HR. Muslim 814)
Makanan tersentuh api yang dimaksud diatas adalah makanan yang dimasak dengan cara apapun.(Mur’atul Mafatih, 2/22).
Kemudian hadits dari Ibrahim bin Abdillah bin Qaridz, bahwa beliau pernah melewati Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu yang sedang berwudhu. Kemudian Abu Hurairah bertanya,
Tahu kenapa saya berwudhu? Karena saya baru saja maka keju. Saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Berwudhulah karena makan makanan yang tersentuh api.” (HR. Ahmad 7819, Muslim 815, yang lainnya).
Kedua hadits ini menyimpulkan bahwa harus berwudhu setelah makan makanan yang tersentuh api (dimasak).
- Hadits yang tidak menganjurkan berwudhu setelah makan
Seperti hadis dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma,
Saya pernah menghidangkan untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sepotong roti dan daging lalu beliau memakannya. Kemudian beliau minta dibawakan air, lalu beliau wudhu dan shalat dzuhur. Kemudian beliau meminta dibawakan sisa makananya tadi, lalu beliau memakannya, kemudian beliau shalat (sunah) tanpa berwudhu. (HR. Abu Daud 191 dan dishahihkan al-Albani).
Kemudian hadis dari Amr bin Umayyah Radhiyallahu ‘anhu,
Beliau melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memotong daging kambing dengan pisau untuk dimakan. Kemudian datang waktu shalat. Lalu beliau letakkan pisau itu, kemudian shalat tanpa berwudhu. (HR. Bukhari 208 & Muslim 820)
Dari beberapa hadits diatas dapat dipahami beberapa ulama yang berbeda pendapat. Sebagian mengkompromikan kedua hadis itu. Mereka berpendapat bahwa hadis yang memerintahkan untuk berwudhu karena makan makanan yang dimasak dipahami sebagai perintah anjuran. Sehingga makan makanan yang dimasak tidak membatalkan wudhu, namun dianjurkan untuk wudhu. (Fiqh Sunah, Sayid Sabiq, 1/59).
Pendapat lain memahami bahwa hadits Jabir menjadi nasikh (menghapus hukum) hadis yang memerintahkan wudhu karena makan makanan yang dimasak. At-Turmudzi dalam Sunannya setelah menyebutkan hadis Jabir, beliau mengatakan,
Inilah yang diamalkan oleh mayoritas ulama di kalangan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in dan generasi setelahnya. Seperti Sufyan at-Tsauri, Ibnul Mubarok, as-Syafii, Ahmad, Ishaq. Mereka berpendapat tidak perlu wudhu karena makan makanan yang dimasak. Itulah hukum terakhir dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seolah ini adalah hadis yang menghapus hukum untuk hadis pertama, yaitu hadis perintah wudhu karena makan makanan yang dimasak. (Jami’ at-Turmudzi, 1/140).
Pendapat kedua inilah yang banyak menjadi rujukan dan mendekati kebenaran. Oleh karena itu, diperbolehkan tidak berwudhu karena makanan yang dimasak.
3. Hukum Selain Kedua Makanan Diatas
Selain kedua makanan diatas yaitu daging onta dan makanan yang dimasak maka tidak ada kewajiban berwudhu setelah memakannya. Selain kedua makanan diatas misalnya seperti buah-buahan atau makanan yang dimakan tanpa dimasak maka tidak membatalkan wudhu. Tidak ada perbedaan mengenai hal tersebut.